Untuk menggali sumber data berdirinya Desa Tawangrejo, Pemerintah Desa Tawangrejo bersama tokoh masyarakat telah mengundang beberapa warga yang setidaknya yang mengetahui sedikit banyak tentang sejarah berdirinya desa Tawangrejo diantaranya :

  • Bapak              : Kamsul

Umur                     :  85   Tahun

  • Bapak              :  Saijan

Umur                     :  85 Tahun

  • Bapak              :   Bedjo

Umur                     :   85   Tahun

  • Bapak              :   Katemin

Umur                     :    75  Tahun

  • Bapak              :   Tugimin

Umur                     :    69  Tahun

  • Bapak              :  Sogi

Umur                     :   69   Tahun

 

Beliau menuturkan bahwa dari cerita nenek moyang yang diceritakan turun temurun bahwa Sejarah Desa Tawangrejo tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Mataram di wilayah Tanah Jawa.

Beliau juga menuturkan dari cerita nenek moyang yang diceritakan turun temurun bahwa Desa Tawangrejo Berawal dari Sejarah Daerah Blitar yang memulai untuk membuka wilayah (babat alas) adalah Aryo Blitar, namun beliau hilang dalam pengembaraan. Pada waktu Aryo Blitar menghilang, istrinya masih dalam keadaan mengandung. Saat itu Kyai Ageng Sengguruh mendengar bahwa Aryo Blitar hilang, maka Kyai Ageng Sengguruh ingin membujuk istri Aryo Blitar untuk diperistri, namun beliau tidak mau dan melarikan diri ke Gunung Wilis dan melahirkan di lereng Gunung Wilis tersebut. Pada waktu melahirkan, istri Aryo Blitar tersebut dibantu Kyai Ageng dan Nabi Hidir yang akhirnya dijadikan anak angkat Kyai Ageng dengan nama Kandung (Joko Kandung). Sekitar usia 15 tahun Joko Kandung diganti namanya oleh Kyai Ageng menjadi Pangeran Tunggul Wulung dengan tujuan agar dapat membantu perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda. namun karena kecerdikan Pangeran Mangku Bumi, Pangeran Tunggul Wulung diperintahkan untuk babat alas gung lewang lewung janma mara jalnam mati (mengembara dan membuka perkampungan di hutan angker) karena Pangeran Mangku Bumi cenderung untuk membela Belanda. Perjalanan tersebut dimulai dari Dusun Bambang (Desa Siraman Kecamatan Kesamben) ke Lahor sampai perbatasan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang.

Daerah tersebut sebetulnya  sudah pernah dibuka oleh Eyang Tundo Mangku Negoro dan kawan-kawannya, yaitu Demang Merti Widjojo dan Bancalono Gantoloco, yang kesemuanya hilang. Sesampai di Selorejo, Lahor dan Pohgajih, akhirnya Pangran Tunggul Wulung dicari Bapaknya (Kyai Ageng Sengguruh) bersama Bambang Joko Towo. Bambang Joko Towo diperintahkan mencari makam Eyang Tundo Mangku Negoro dan Kawan-kawannya dan membuka daerah sekitarnya. Kemudian Beliau menemukan makam tersebut di Desa Jugo.

Dalam pengembaraan Bambang Joko Towo disertai teman-temannya yaitu Djoko Dongso, Tjo Dongso, Mbah Djibruk dan Mbah Kamat. Di tengah pengembaraannya akhirnya Kyai Ageng Sengguruh datang dan menamakan Desa Jugo. Sedang nama Kyai Ageng Sengguruh sudah hampir terlupakan dan hingga kini terkenal dengan sebutan Mbah Jugo. Pengembaraan Bambang Joko Towo dan kawan-kawannya di sekitar Desa Jugo menuju keselatan Sungai Brantas, namun masih terus dicari Belanda untuk diperangi. Sesampai di selatan Sungai Brantas, Beliau dicari orang Belanda . namun ketika akan ditangkap tiba-tiba menghilang dan menuju kesebelah barat menuruni tebing sampai ditepi sungai. Tempat kejadian penangkapan tersebut dinamakan Cekotong ( Cek : tertangkap, kotong : Hilang)

Setelah menyebrangi Sungai Lemon akhirnya terus menaiki tebing sampai puncak yang rata atau datar. Pada puncak tersebut terdapat batu bata yang berjajar dan banyak sekali yang berserakan, batu bata tersebut merupakan pertanda bahwa pada zaman Eyang Tundo Mangku Negoro sudah pernah dibabat ( dibuka), Kemudian daerah tersebut dinamakan Daerah Bata. Di daerah Bata dibukalah perkampungan di tepi-tepi sungai, karena ketika akan memasuki perkampungan yang dikelilingi sungai tersebut harus menaiki tebing, perkampungan tersebit diberi nama Unggahan ( daerah yang naik). Orang yang meneruskan babat (membuka) daerah tersebut dan merupakan cikal bakal Dusun Unggahan adalah Joko Dongso, di Dusun Unggahan Beliau dipanggil Eyang Onggo Dongso, makam Beliau berada ditengah tengah Dusun Unggahan. Pengeran Joko Towo dan Teman-temannya ke timur sungai dengan menaiki tebing ke daerah cekothong dan ti tinggal beberapa saat di daerah tersebut, karena daerah tersebut terletak di tepi-tepi sungai dan sudah berpenghuni sejak zaman Eyang Tundo Mangku Negoro. Daerah tersebut diberi nama Tawangrejo ( Tawang: Tinggi, Rejo: Banyak penghuninya).

Selanjutnya Kepala Desa berikutnya secara pilihan sesuai dengan kehendak masing – masing warga Desa  :

Adapun Kepala Desa yang pernah menjabat hingga sekarang adalah sebagai berikut :

 

No. Nama Kepala Desa Menjabat Mulai Keterangan
Dari Tahun Sampai Tahun
1. WADI 1901 1902 1 Tahun
2. MARTO WIDJOYO 1902 1907 5 Tahun
3. TIRTOREDJO 1907 1917 10 Tahun
4. SOREDJO/UWI 1917 1928 11 Tahun
5. SAUBARI 1928 1944 16 tahun
6. KARTO OETOMO 1944 1968 24 Tahun
7. IMAM SUHADI 1968 1981 13 Tahun
8. ZAENAL FANANI 1981 1998  9 Tahun
9. Drs. FATKHUR ROFIQ 1998 2013 15 Tahun
10 IMAM SUJA’I 2013 2019 6 Tahun
11 Drs. FATKHUR ROFIQ 2019   Saat ini

 

Dari mulai perjalanan berdirinya menjadi sebuah desa yang diakui oleh Pemerintah dari waktu kewaktu terus mengalami peningkatan walaupun belum sampai pada pemenuhan kebutuhan dasar , sehingga kepada masyarakat dan tokoh-tokoh yang ada di Desa Tawangrejo mempunyai kewajiban untuk menghargai pendiri desa dengan melanjutkan membangun bersama-sama,saling bahu membahu dan berpartisipasi demi kesejahteraan bersama.